Kau yang Pekak dengan Pria yang Congkak – Saya uncchu, admin dari uncchu.com sebenarnya adalah orang yang sangat pemalas dalam hal tulis menulis. Saya sebenarnya tipe orang yang moody banget kalau lagi nulis artikel.
Untuk menyelesaikan satu artikel saja saya butuh waktu beberapa hari. Paling cepat tiga hari itu sudah termasuk mencari ide tulisan. Dalam tulis menulis yang paling sulit menurut saya adalah menguasai topik dan tema artikel yang akan dibuat.
Untuk memahami isi dari sebuah artikel saya butuh waktu berjam-jam. Karena untuk merangkai kata menjadi kalimat kemudian menjadi beberapa paragraf berbentuk alinea. Saya harus paham betul dengan tema dan topik bahasan artikelnya terlebih dahulu.
Sayangnya saya lebih sering kena skak mat saat proses ini berlangsung. Ide saya langsung mentok kemudian stuck begitu saja. Saya akan sangat kesal sekali jika ini terjadi saat penulisan artikel berlangsung.
Kopi nikmat akan menjadi tujuan akhir saya. Kopi biasanya membuat saya sedikit tenang. Entah kenapa kopi menenangkan pikiran saya yang sudah stuck dan tiba-tiba zonk dengan ide. Ubi rebus sering menjadi pilihan yang tepat untuk kemudian saya sandingkan dengan hitamnya kopi. Huft pasangan yang serasi menurut saya.
Setelah dua pasangan ini resmi menjadi pasangan halal. Rindangnya pohon cempedak di depan rumah pilihan yang tepat untuk mengunyah sejoli ini. Maka dengan semilir bait-bait puisi biasanya mengalir deras di note yang terinstal di hape kentang saya.
Persis seperti saat ini. Saya ingin sekali menulis bait luka. Mungkin tidak banyak kata hanya banyak isyarat duka. Kasarnya kurang lebih begitulah menurut saya.
Biasanya untuk menulis segepok bait puisi saya memulainya begitu saja. Tanpa memikirkan apa judul yang pantas. Apa perasaan yang pantas atau apa ungkapan yang pantas. Salah satunya beberapa bait puisi di bawah ini. Saya menyelesaikan dulu rangkaian kalimatnya, kemudiannya menyusunnya jadi bait-bait puisi.
Kau yang Pekak dengan Pria yang Congkak – Sebuah Puisi
Ibarat remah aku terinjak
Kemudian berkerak di telapak
Hitam kering dan legam bagai kerak
Kemudian tercampak
Perasaan yang dulu bagak
Kini lemah dan tak beriak
Rasanya ingin teriak
Agar terdengar di hatimu yang pekak
Tapi dasar hati kalaulah pekak
Bunga wangi yang kuberi pun kau campak
Demi dia yang sesuka hati berkehendak
Berdiri pongah di depanku congkak
Ah sudahlah…
Biarkan aku tegak
Meski tak berdamping dengan tonggak
Berharap tetap tak mendongak
Berdiri seperti dia dan kau yang congkak.
Empat bait puisi yang Saya tulis di atas rasanya baru saya sadari. Bahwa ada satu perasaan yang aneh yang tersirat dalam rangkaian kata kemudian diukur dengan kepongahan. Sebaiknya menurutmu apa judul dari puisi ini?
Apakah kau yang pekak dengan pria yang congkak. Ataukah dengan judul yang lebih simpel dan mudah yaitu Kau dan Dia yang Congkak?
Menurutmu? Silakan tulis judul puisi di atas di kolom komentar di bawah ya? Terima kasih sebelumnya. Sebuah Puisi Karya Admin Uncchu.com, Diramu saat kesal melanda dan diberi judul saat komentar di story whatsapp masuk.
Posting Komentar